Tentang Kami

   Arsip Tulisan
    Makna Tersirat dalam Ajaran Qurban
Tuesday, December 11, 2007
Cinta membutuhkan pengorbanan
Cinta membutuhkan kesetiaan (Bijak Bestari)

Tak ada yang pernah mampu menangkal kekuatan cinta. Karena cinta ini, dua remaja mabuk kepayang dalam asmara. Karena cinta pula, dunia menjadi begitu indahnya. Setiap detik yang berlalu adalah masa-masa yang paling membahagiakan. Seakan, ketika cinta bersemai di hati, tak ada satu pun hal di dunia ini yang dapat membuat hati kita berpindah, dari merasakan cinta. Cinta memang luar biasa. Ia mampu mengalahkan segalanya, harta, tahta, juga logika. Tak salah jika orang pernah berkata : Cinta memang buta.
Cinta yang kini muncul di hati kaum muslimin, akhirnya mengantarkan berjuta-juta orang untuk berangkat menunaikan ibadah haji. Menghadap Ilahi, di tanah Haram, Mekkah al-Mukarramah. Serasa berada lebih dekat lagi dengan Tuhannya. Mereka mengucapkan kalimat talbiyah setiap saat. "Labbaika allahhumma labbaik... Labbaika laa syariika laka labbaik...!". Merasakan betapa Allah benar-benar telah menumpahkan nikmat-Nya kepada manusia tanpa henti. Menikmati kemesraan dalam ibadah kepada-Nya. Melepaskan segala simbol keduniaan yang menciptakan petak-petak dalam masyarakat. Mereka semua sama, berpakaian putih bersih, tak ada beda antara satu dengan yang lain.
Rupanya cinta itu pulalah yang pernah dirasakan oleh Nabi Ibrahim. Apalagi ketika buah hatinya bersama Siti Hajar, Ismail, terlahir. Ismail adalah satu-satunya putra yang dimilikinya, setelah sekian puluh tahun Nabi Ibrahim hidup tanpa momongan. Dalam banyak kisah kita sudah mendengarkan betapa Nabi Ibrahim sangat mengharapkan kehadiran seorang putra, jauh hari sebelum Ismail terlahir. Cinta yang muncul dari dalam hati Nabi Ibrahim buat Ismail adalah cinta murni yang tak terpengaruh oleh harta, tak terpengaruh oleh kedudukan, apalagi oleh pesona duniawi. Cinta Ibrahim adalah cinta tulus seorang ayah kepada anaknya. Kepada orang yang menjadi amanat yang dititipkan oleh Allah. Cinta yang juga sama dimiliki oleh ayah bagi anaknya pada setiap zaman. Ayah yang menginginkan anaknya tumbuh dewasa menjadi orang berguna.
Al-Quran telah bercerita kepada kita perihal sejarah cinta Nabi Ibrahim pada Tuhan-Nya. Cinta yang diletakkan Ibrahim pada posisi tertinggi. Dengan cinta ini, Nabi Ibrahim mengorbankan apapun yang ia miliki, termasuk ketika perintah menyembelih Ismail datang. "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata : “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu". Ia (Ismail) menjawab : “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Dalam suasana peristiwa yang sangat mengharukan itu, dan detik-detik yang amat menegangkan, nabi Ibrahim memeluk serta mencium kening putranya, kemudian meletakkannya dalam keadaan posisi membujur, mulailah pisau tajam yang putih berkilau digoreskan di atas leher Ismail, seraya berucap bismillah. Tiba-tiba dengan kekuasaan dan kasih sayang Allah bukan Ismail yang tersembelih, tapi seekor kibas (kambing) besar sebagai pengganti yang dibawa oleh malaikat, seperti yang dinyatakan dalam al-Qur’an:
“Dan Kami tebus dia yaitu Ismail dengan suatu sembelihan yang besar”.
Demikianlah prolog sejarah berqurban. Sejarah yang sekali lagi membuktikan betapa cinta Ibrahim sangat dalam kepada Tuhan-Nya. Sebagai epilog dari peristiwa penting itu, Allah Swt. mensyariatkan bagi orang yang mampu supaya melaksanakan qurban setahun sekali pada hari raya Idul Adha. Sebagai wadah mediasi cinta kepada Tuhan. Sebagai salah satu syariat yang melintas batas dan petak-petak dalam masyarakat.
Berqurban mempunyai dan memiliki makna yang benilai mulia, bilamana makna essensi (hakikat) berqurban kita tangkap. Jadi, berqurban bukanlah sekedar ritual tanpa makna, atau tradisi tanpa arti.
Menurut pandangan Ali Syariati, peristiwa qurban Ismail mengandung makna yang sifatnya simbolistik. Pada dasarnya bahwa semua orang bisa saja berperan sebagai Ibrahim yang memiliki Ismail. Ismail yang kita miliki dapat berwujud sebagai anak, isteri yang cantik, harta benda yang banyak, pangkat, kedudukan yang tinggi, pendeknya segala apa yang kita cintai, yang kita dambakan, yang kita kejar-kejar dengan rela mempertaruhkan semua yang kita miliki. Ismail-ismail yang kita miliki itu, kadang dan bahkan tidak sedikit membuat kita terlena dan lalai serta terbuai dari gemerlapan duniawi yang menyebabkan melanggar ketentuan moral, etika dan agama, sehingga sulit kembali mencintai Allah Swt. Padahal hakikat dari cinta, adalah cinta kepada sang Khalik.
Oleh karena itu marilah kita berperan sebagai Ibrahim untuk dapat menaklukkan Ismail-Ismail itu. Janganlah kita dibelenggu oleh apa-apa di dunia ini. Janganlah kita dipalingkan dari Tuhan oleh hal-hal yang pada hakikatnya bersifat semu dan tidak abadi. Kita boleh memiliki apa saja di dunia ini, asalkan halal. Boleh saja kita memiliki uang bermilyar-milyar banyaknya asal tidak menipu dan menyengsarakan orang. Bahkan lebih dari itu kita boleh menguasai dunia ini sesuai batas kemampuan kita. Tetapi jangan sekali-kali dunia yang kita cintai ini menjadikan dan membiarkan kita terbuai dan terlena sehingga lupa hakikat diri kita sebagai makhluk yang beriman kepada Allah Swt. dan sebagai manusia yang beraqidah.
Apa yang digelar Nabi Ibrahim as. di dalam panggung sejarah manusia ialah mengurbankan anaknya secara manusiawi. Menurut naluri dan pikiran orang biasa, tugas itu adalah sesuatu yang amat sulit diterima, akan tetapi buat keluarga Nabi Ibrahim as. hal itu adalah suatu kebahagiaan dan kemuliaan. Keluarga Ibrahim As. justru menyambut tugas itu dengan suka cita lantaran berkesempatan mengorbankan sesuatu yang paling berharga bagi dirinya untuk Allah Swt., sebagai bukti cinta kepada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran (3): 92
“Dan tidak dianggap membuat kebajikan seseorang di antara kalian sampai kamu menginfaqkan apa yang kalian cintai.”
Rasa suka cita yang dialami oleh keluarga Ibrahim as. untuk berkorban dilandasi atas pemahaman yang benar tentang nilai-nilai kehidupan. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini : anak, isteri, harta, pangkat dan jabatan semuanya datang dari Allah dan kembali kepada Allah. Oleh sebab itu bagaimana pun perintah Allah harus dilaksanakan sebaik-baiknya tanpa melihat untung dan rugi, mudah dan sulit, maupun berat dan ringan.
Sikap yang seperti inilah yang menunjukkan jati diri Ibrahim As. sehingga dianugerahi oleh Allah sebagai imam, pemimpin, teladan dan idola. Kehormatan tersebut tidak mungkin diraih tanpa Ibrahim as. didampingi oleh isteri salihah dan anak yang saleh.
Pada zaman yang canggih ini nampak jelas dan tidak terbantahkan bahwa logika lingkungan cinta duniawi telah merebak dan mewabah mencemari perilaku hidup dan kehidupan manusia, di mana manusia dipandang sebagai obyek, bukan sebagai subyek. Kadar nilai manusia ditentukan seberapa jauh nilai materi yang dimilikinya. Tinggi rendahnya nilai kehormatan manusia tergantung dari label-label keduniaan yang melekat pada diri manusia itu sendiri. Wajarlah manusia zaman sekarang ini merasa asing bahkan bingung hidup di atas bumi yang melahirkannya.
Oleh karena itu penyembelihan qurban setelah menunaikan Solat ‘Id nanti sepantasnya membuat kesadaran baru ke dalam diri individu setiap manusia. Kesadaran baru itu ialah memahami akan hakikat keberadaan manusia dalam kosmos alam Allah, pada tata atur yang sedemikian sempurna yang hukum-hukum adilnya menjelmakan sangsi-sangsi setimbang dalam kekuasaan Arasy’ yang tak tersepuh kepalsuan.
Manusia yang berkesadaran baru ialah hamba Allah yang berintrospektif, yang kerap bertanya soal hakikat keberadaan dirinya yang membangun diri dan lingkungannya kepada lima kualitas : kualitas iman yang tinggi, kualitas taqwa yang kokoh, kualitas intelektual yang hebat, kualitas karsa yang nyata, dan kualitas karya yang maju. Namun sayangnya, pada kenyataan yang terjadi, makna dari kerelaan berqurban pada hari raya Idul Adha kurang kita hayati. Masih banyak di antara manusia yang berperan di bundaran dunia fana ini. Cuma menanti pengorbanan orang lain, bahkan andai kebetulan ia menjadi orang atasan, berpangkat dan berkedudukan, maka diperasnya bawahannya agar sudi berkorban baginya demi kenikmatan egonya, demi prestise kejayaannya. Dan sebaliknya, andai manusia semacam itu menjadi bawahan, maka dibekamnya fitrah citra luhurnya demi kondisi sementara yang disangkanya akan membahagiakan hidup di dunia dan di akhirat.
Memang dalam kehidupan ini manusia dicoba dengan bermacam-macam ujian, Ismail-Ismail yang sewaktu-waktu meminta pengorbanan. Ada kalanya pengorbanan tenaga, harta, pengorbanan perasaan, dan kesenangan bahkan suatu ketika meningkat pada pengorbanan jiwa.
Penyembelihan qurban merupakan suatu tindakan penundukan dan penguasaan kecenderungan-kecenderungan hewani dalam diri manusia itu sendiri yang dalam bahasa agama disebut al-nfasu al-ammârah, yakni keinginan-keinginan rendah yang selalu mendorong atau menarik manusia ke arah kekejian dan kejahatan.
Binatang dikorbankan sebagai indikasi agar sifat-sifat kebinatangan yang sering bercokol pada diri kita harus dienyahkan, dibuang jauh-jauh. Misalnya : sifat mau menang sendiri walau dengan menginjak-injak hak orang lain, sikap tamak dan rakus walau kenyang dari kelaparan orang lain, bahagia dan senang walau menari di atas penderitaan orang lain, mabuk kuasa dengan ambisi yang tidak terkendali, sombong, serta angkuh, iri hati dan dengki, tidak rela disaingi, tidak mau dikritik, tidak mampu mendengar nasihat dan lain sebagainya.
Lewat ajaran perintah berqurban, Islam mengajarkan, mendidik, serta menyadarkan umat ini bagaimana membangkitkan kepekaan dan kepedulian sosial kita kepada sesama saudara kita yang lain, yaitu membantu terwujudnya pengentalan persaudaraan yang hakiki, cinta kasih dan tanggung jawab antara sesama ummat. Semoga segala pengorbanan yang kita lakukan saat ini dapat mengantarkan kita kepada jalan yang lebih diridhai oleh Allah Azza wa Jalla, yang cintanya tak pernah terhenti buat kita. Amin.
Oleh : Muhammad Zainal Abidin
Mahasiswa UIN Alauddin Makassar

Posted by Al-Falah Connection @ 6:09 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
   WebBlog Anggota
~ Rahmat Hidayat
~ Makhrus Habibi
~ M. Zainal Abidin
~ Ramlah [New]
   Info Selanjutnya

Kirim e-mail kepada kami di :
alfalahsmallville@yahoo.com


Silakan hubungi :
Makhrus (085259534505) atau
Ramlah (085255750150)


Blog baru Kami ada di Sini

   Powered by

Free Blogger Templates

BLOGGER

Untuk mendapatkan tampilan terbaik, gunakan Resolusi Layar 1024 x 768
© Al-Falah Connection HomePage. 2007-2008. Maintenance by Abidin (Alumni MA 2003)
All Right Reserved. Template by Isnaini Dot Com